English learners setuju tidak jika novel klasik dikatakan sebagai bacaan menarik untuk melihat kehidupan masyarakat di masa lalu? Tak terkecuali novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari, lho. Bekisar yang disebutkan dalam judul adalah hasil perkawinan ayam hutan dan ayam kampung. Biasanya ayam hias ini diperjualbelikan dengan harga yang fantastis karena suaranya yang unik. Pasti English learners penasaran kan apa kaitan Lasi sebagai tokoh utama di dalam novel dengan bekisar? Nah, di dalam cerita ini, Lasi adalah representasi bekisar yang menjadi “hiasan” bagi lelaki kalangan atas elite politik di Indonesia pada era 1960-an. Karena kecantikannya yang khas sebagai perempuan keturunan Jawa dan Jepang, ditambah dengan adanya tren di kalangan para pejabat untuk memperistri wanita Jepang (atau yang secantik wanita Jepang) saat itu, Lasi menjadi rebutan.

Lasi tidak menyadari bahwa dirinya telah menjadi “barang dagangan” Ibu Lanting, wanita yang menjual perempuan muda kepada lelaki kalangan atas. Kerelaan Lasi untuk menikahi Handarbeni, laki-laki kalangan atas pertama yang menginginkannya, didasari oleh situasinya yang miskin dan sakit hati terhadap suaminya, Darsa, yang telah mengkhianatinya dengan menzinai wanita lain. Di sisi lain, ia juga tidak dapat menolak tawaran Bu Lanting untuk menikahi Handarbeni setelah memperoleh kemewahan materi dari keduanya. Lasi kemudian menceraikan Darsa dan tinggal di Jakarta.
Pada akhirnya, pernikahannya dengan Handarbeni tidak bahagia, dan ia harus rela menjadi perempuan simpanan Bambung, sang pelobi besar yang menolong orang-orang asing untuk berkuasa di Indonesia, setelah diceraikan oleh Handarbeni. Di balik keputusasaannya, Lasi diam-diam berharap diselamatkan oleh Kanjat, teman sepermainannya saat kecil di Karangsoga yang kini telah menjadi laki-laki dewasa yang berprofesi sebagai dosen. Lasi mulai mencintai Kanjat setelah pertemuan mereka di rumah Bu Lanting. Meskipun ia berhasil melarikan diri dari Bambung dan menikah dengan Kanjat, Bu Lanting menemukannya dan membawanya kembali kepada sang pelobi besar tersebut. Lasi yang sedang mengandung anak Kanjat, berusaha menjaga kesucian dirinya hingga akhirnya Kanjat berhasil membawanya pulang ke Karangsoga.
Ceritanya menarik, bukan? Ternyata kecantikan perempuan Jepang pernah menjadi panutan di Indonesia, ya, English learners. Selain karena mengangkat isu pengaruh pendudukan Jepang di Indonesia terhadap kaum perempuan, hal lain yang menarik dari novel ini adalah cara Ahmad Tohari mendeskripsikan Karangsoga, desa tempat Lasi tinggal. Ia berkali-kali menggunakan majas personifikasi sehingga memberikan gambaran yang konkret mengenai keindahan desa tersebut. Ironisnya, dengan segala keindahan yang dideskripsikan, penduduk Karangsoga sangat miskin. Hal itulah yang akan membuat siapa pun yang membaca novel ini menjadi terenyuh.
Novel ini juga dapat kamu baca dalam versi bahasa Inggris dengan judul The Red Bekisar yang dialihbahasakan oleh Nurhayat Indriyatno Mohamed. Terjemahannya ini sukses menggambarkan keindahan Karangsoga beserta segala adat istiadatnya dan tentunya kecantikan Lasi yang selalu dikagumi.
